rasionalisasi birokrasi

on Rabu, 24 Desember 2008

RASIONALISASI DALAM TUBUH BIROKRASI DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU KONSEKUENSI REFORMASI BIROKRASI
Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 98 telah berhasil menggulingkan pemerintah yang berkuasa pada saat itu yakni era Presiden Soeharto. Reformasi dilakukan secara besar-besaran oleh para mahasiswa pada masa itu yang merasa sebagai agen pembaharuan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang juga berhasil digulingkan oleh mahasiswa yang berdemo pada masa itu. Jika kita melihat lebih jauh kebelakang lagi, kita dapat melihat bagaimana kekuasaan raja Louis di Prancis jatuh dengan adanya pergerakan dari rakyat dalam menyerang penjara Bastille dimana pada saat itu berhasil menjatuhkan pemerintahan Raja Louis yang dictator. Kesamaan dari semua contoh ini adalah bagaimana semua pemerintahan yang berkuasa begitu lama karena dukungan ataupun kepatuhan dari rakyatnya pada akhirnya hanya dapat dijatuhkan oleh rakyatnya tersebut.
Dan kita lihat lagi kenapa rakyat dari penguasa tersebut sepakat untuk menggalan kekuatan dalam rangka menjatuhkan penguasa adalah karena mereka tidak tahan lagi dengan kondisi yang mereka jalani setiap harinya. Tekanan yang terus-menerus, maupun kondisi kehidupan mereka yang tidak mengalami perbaikan malah cenderung kearah kemunduran, dan ketidakpedulian penguasa aka nasib mereka sementara mereak terus setia dalam memilih dan mendukung penguasa tersebut telah menimbulkan tumpukan kekecewaan dari rakyat tersebut dan mengakibatkan keinginan untuk mendapatkan perubahan akan kondisi mereka memberikan mereka alasan yang cukup kuat untuk melakukan perlawanan dalam hal ini dalam bentuk demonstrasi untuk menunjukkan kekuatan mereka. Dan pada saat hal ini terjadi penguasa yang kalau boleh kita katakana cenderung ke dictator ini dalam kasus Indonesia tidak punya pilihan lagi untuk tetap dapat mempertahankan kekuasaannya, sehingga pada akhirnya mereka setuju pada tuntutan rakyat untuk mundur dari kursi penguasa. Hal inilah yang terjadi pada kasus Soeharto dimana pada tahun 98 semua elemen mahasiswa sepakat untuk meminta Soeharto mengundurkan diri dan Soeharto tidak punya alasan lagi untuk tetap mempertahankan kekuasaannya karena sudah mendapat begitu banyak penolakan dari rakyatnya dan mengakhiri kekuasaan rezimnya.
Satu kata yang sangat popular sejak masa itu adalah reformasi. Dimana kata ini dijadikan justifikasi atas semua tindakan perubahan yang kalau dapat dikatakan cukup radikal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Dimana reformasi dipaksakan untuk diterapkan disemua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua aspek pemerintahan dipercaya telah melakukan KKN, dan karenanya harus dilakukan reformasi pada semua departemen, system birokrasi, bahkan pada undang-undang dasar itu sendiri tidak terlepas dari reformasi dengan kata lain yaitu amandemen undang-undang dasar itu sendiri yang sampai saat ini sudah mencapai empat kali dan sangat terbuka kemungkinana adanya amandemen yang kelima.
Sejak saat itu dimulailah usaha perubahan bangsa Indonesia yang tadinya “katanya” sangat tertutup, terbatas dalam hal kebebasan berbangsa dan bernegara, makna kata kebebasan yang selam ini dikembangkan dan dijunjung tinggi oleh Negara kapitalis mulai diterapkan di Indonesia dengan harapan kita dapat menjadi masyarakat yang paling tidak mendekati standar masyarakat Negara maju yang kebanyakan adalah kapitalis. System birokrasi yang selama ini dianggap hanya menguntungkan para birokrat dan penguasa mulai diubah dengan harapan rakyat sebagai hal terpenting dari sebuh Negara mendapat pelayanan birokrasi yang baik, yang pada akhirnya mudah-mudahan dapat membawa masyarakat Indonesia secara keseluruhan kearah yang lebih baik juga. Saat ini kita akan lebih menyoroti bagaimana system birokrasi di Indonesia itu sendiri, terlepas dari aspek-aspek lain dalam kehidupan bernegara bagsa Indonesia yang juga ikut terpengaruh pasca reformasi 98. Selanjutnya kita akan coba melihat bagaimana usaha-usaha yang dilakukan pasca reformasi dalam membuat system birokrasi menjadi lebih baik, sehingga tujuan utama dari birokrasi yaitu pelayanan public dapat diberikan secara maksimal, dan rakyat memang benar-benar menikmati indahnya hidup dalam era demokrasi pasca reformasi.
Hanya saja dalam usaha menuju memberikan pelayanan public yang lebih baik telah terjadi kesalahan-kesalahan penerapan cara perbaikan birokrasi itu sendiri atau yang lebih dikenal dengan mitos-mitos reformasi birokrasi, dimana berbagai usaha coba diambil oleh suatu pemerintahan yang baru dalam rangka perbaikan birokrasi hanya saja cara ini tidak berjalan baik ataupun tidak berhasil membawa perbaikan pada system birokrasi itu sendiri dan pelayanan public yang diberikan kepada masyarakat. Kita bisa saja menyalahkan pada mitos-mitos reformasi birokrasi tersebut mengenai system yang salah dalam perbaikan birokrasi di Indonesia. Namun kita tidak dapat menghakimi dan menyalahkan mitos-mitos reformasi birokrasi tersebut karena pada beberapa Negara mitos-mitos reformasi birokrasi ini diterapkan dan dapat berhasil dengan baik. Sehingga kalau begitu maka kesalahan tidak lagi sepenuhnya pada teori yang ada, tapi masalahnya ada pada sifat ataupun criteria dari para birokrat Indonesia yang tidak memungkinkan mitos-mitos reformasi birokrasi tersebut untuk berhasil.
Lima mitos reformasi birokrasi itu sendiri tidak dapat berhasil di Indonesia karena tidak dapat menyentuh secara langsung permasalahan dalam system birokrasi kita, entah karena memang kita yang tidak tahu apa yang sakit dalam birokrasi kita sehingga kita tidak dapat menentukan apa obatnya, atau apakah kita telah salah mendiagnosa penyakit apa dalam birokrasi kita sehingga kita salah memberikan obat pada system birokrasi tersebut yang berakibat penyakit sebenarnya tidak sembuh dan malah akan menimbulkan penyakit baru, atau sebenarnya kita tahu persis apa penyakit birokrasi itu tapi kita terlalu takut untuk mengakuinya karena penyakit tersebut hampir tidak dapat disembuhkan dengan cara apapun kecuali mungkin dengan memangkas salahsatu atau beberapa anggota tubuh atau dalam istilah birokrasi dikenal dengan nama rasionalisasi. Hal terakhir ini mungkin penjelasan yang paling mendekati gambaran dari kondisi birokrasi Indonesia pada saat ini. Dimana segala tindakan mungkin telah dilakukan oleh pemerintah dalam memperbaiki system birokrasi itu sendiri dimana kita sebagai masyarakat awam mungkin tidak menyadari langkah apa saja yang sudah diambil untk melakukan perbaikan namun dapat dikatakan hal ini tidak berhasil, bukannya kita menjadi seorang yang pragmatis dalam hal ini hanya saja kita harus realis dalam hal ini.
Kita ambil contoh mitos liberal dimana birokrasi dapat diperbaiki dengan pembelanjaan dan berbuat lebih banyak. Sekarang kita lihat faktanya pada birokrat di Indonesia. Setiap tahunnya pemerintah Indonesia menganggarkan dana yang cukup besar bagi perjalan dinas keluar negeri ataupun dikenal dengan istilah studi banding keluar negeri, berapa besar dana yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menyiapkan anggaran untuk membiayai akomodasi dari para utusan departemen ataupun para anggota DPR yang katanya studi banding. Kita bisa lihat kenyataan puluhan orang bisa berangkat dalam program ini, sering terjadi setibanya diluarnegeri tersebut mereka tidak dapat bertemu dengan para birokrat asing tersebut karena kesibukan mereka, lalu kalau begitu bagaimana mereka bisa studi banding atatupun membandingkan kinerja birokrat disana dengan Indonesia. Kalau begini maka sia-sialah uang Negara untuk membiayai begitu banyak orang yang berangkat keluar negeri. Kalau memang niatnya serius untuk studi banding, kenapa tidak mengirim hanya satu atau dua orang saja sehingga programnya dapat berjalan benar-benar efektif dan efisien dan nantinya satu atau dua orang ini dapat membagi penglamannya pada birokrat yang lain. Atau kalau mau lebih efisen lagi maka para birokrat itu dapat saja mengakses internet untuk dapat mengetahui segala informasi yang mereka butuhkan dalam rangka mengetahui bagaimana kinaerja birokrat di luar negeri. Karena di era globalisasi seperti saat ini semua informasi bisa didapat di internet dan tidak hanya sekadar informasi tapi dapat berupa data yang dimuat secara terperinci, jangan juga berkata bahwa birokrat kita tidak dapat mengakses internet, karena bukankah hamper semua instansi pemerintah saat ini ramai-ramai membagikan laptop gratis pada para anggotanya dengan harapan dapat membuat kinerja mereka lbih baik. Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan public dan bukannya malah digunakan sehari-harinya untuk main games solitaire, Diablo, ataupun friendster seperti yang dilakukan para mahasiswa yang notabene mendapatkannya dari orangtuanya untuk digunakan main games dan nonton film bukannya seperti para birokrat ataupun anggota DPR/D yang mendapatkannya dari uang rakyat yang dikumpulkan untuk pada akhirnya digunakan untuk kepentingan birokrat.
Mitos konservatif lebih tidak mungkin lagi diterapkan di Indonesia saat ini, bagaimana mungkin mengurangi gaji pegawai untuk membuat kinerja mereka lebih baik lagi, sedangkan dengan gaji dan segala belanja yang dikeluarkan untuk mereka, para birokrat tidak menunjukkan pelayan public yang seahrusnya mereka berikan, apa yang akan terjadi jika gaji mereka malah dikurangi, pungutan liar bukan tidak mungkin akan berkembang pesat dari yang sebelumnya dalam rangka memberikan pelayanan public kepada masyarakat.
Mitos bisnis yang diserukan dengan menyatakan bahwa menerapkan sistem swasta dalam birokrasi akan membawa perbaikan merupakan suatu hal yang butuh penjelasan lebih lanjut akan hubungan keduanya. Karena kalau kita perhatikan dasar dari system pelayanan yang dimiliki keduanya sudah jauh berbeda. Swasta mempunyai orientasi keuntungan dalam menjalankan fungsinya, mereka akan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk mendapatkan keuntungan, swasta juga sangat peka akan kompetisi dari pesaingnya sehingga pelayanan sebaik-baiknya akan diberikan sehingga mereka dapat merebut hati public dengan memberikan pelayanan yang lebih baik dari pesaing mereka dan selalu memberikan pelayanan masyarakat yang lebih baik lagi dari sebelumnya dalam rangka memenangkan hati publik sebagai objek pelayanan mereka. Sedangkan birokrat ataupun pegawai negeri orientasinya adalah pelayan public, tidak peduli bagaimanapun usaha yang mereka lakukan mereka tidak akan mendapatkan insentif atau bonus, dan jika mereka tidak melakukan pelayanan dengan baik mereka tidak akan mengalami kerugian apa-apa karena pegawai negeri tidak perlu takut untuk dipecat. Melihat hal ini bagaimana kita akan menerapkan mitos bisnis dalam perbaikan birokrasi
Mitos pegawai menyatakan bahwa pegawai negeri dapat memiliki kinerja lebih baik jika mereka punya cukup uang. Masalahnya adalah terlalu banyak pegawai negeri, apa yang harus mereka kerjakan jika memang tidak ada tugas atau perintah itu sendiri, makanya tidak herang jika pegawai negeri istirahat makan siang bisa sampai pada sore hari, karena memang tidak ada hal yang harus dilakukan dikantor, atasan pun akan sulit untuk memarahi dan memkasa anak buahnya untuk tetap duduk diam dikantor sementara mereka tidak punya apa-apa untuk dikerjakan, bahkan murid SMA dan mahasiswa saja yang tugasnya tidak melakukan apa-apa kecuali datang kekampus, duduk, dan mendengarkan mengalami kebosanan yang sangat akan rutinitas tersebut, apalagi bagi para birokrat tersebut yang sudah lulus sekolah ataupun kuliah dan sudah cukup berumur jika mereka harus tetap diam dikantor, kebosanannya malah akan berlipat ganda.
Mitos orang pada dasarnya berpegangan pada teori itikad baik, dimana diyakini bahwa dengan memperkerjakan orang yang baik akan memiliki kinerja yang baik, menghasilkan pelayanan public yang baik, dan pada akhirnya membawa birokrasi kearah yang lebih baik lagi, dan menciptakan masyarakat yang lebih baik juga. Hal ini dapat dikatakan sebagai suatu idealisme yang sulit sekali diterapkan dalam dunia kerja, perumpamaannya adalah ketika kita masuk kedalam suatu sungai yang arusnya sangat deras, walaupun ia seorang perenang kelas satu dunia, jika ia berusaha berenang melawan arus sungai yang begitu kencang maka ia tidak akan bertahan lama sebelum ia akhirnya kelelahan, menyerah dan terseret arus, atau kalau ia masih kuat ia akan cepat-cepat keluar dari arus sungai tersebut selagi masih bisa, atau yang paling aman adalah dari awal jangan pernah masuk kesungai dan mencoba melawan arusnya seorang diri karena arusnya sangat kencang dan telah memiliki aliran sendiri, sehingga kalau ingin mengalahkan arus tersebut hanya dengan idealisme dan ketekatan hati maka sebaiknya dipikir-pikir terlebih dahulu. Karena orang sebaik atau seidealis apapun jika sudah terjebak dalam suatu system yang sudah sangat kuat dan mengakar, maka tidak akan mungkin dapat merubah keadaan tersebut dan mempertahankan idealismenya. Karena pada dasarnya masalahnya bukan pada tidak adanya orang ang ingin berubah, tapi pada suatu system yang menjebak mereka dan tidak mungkin melawannya.
Sehingga pada akhirnya kita sampai kepada pendapat yang sinis, dengan menyatakan bahwa kondisi seperti yang terjasi di Indonesia ini sudah tidak dapat diperbaiki lagi, semuanya sudah sangat rusak dan tidak mungkin ntuk dilakukan perubahan lagi. Karena sepertinya tidak ada jalan keluar akan masalah birokrasi di Negara ini. Maka dari itu timbul satu lagi pendapat bahwa rasionalisasi mungkin adalah jalan keluar bagi perbaikan birokrasi Negara ini. Kita belum tahu apakah hal ini akan berhasil atau tidak, ataukah pada akhirnya rasionalisasi juga ikut menjadi suatu mitos dalam reformasi birokrasi. Hanya saja rasionalisasi menjadi suatu pilihan yang paling masuk akal yang bisa kita pikirkan saat ini untuk benar-benar melakukan reformasi dibidang birokrasi Indonesia.
Dari lima mitos reformasi birokrasi yang sudah dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa usaha-usaha tersebut tidak berhasil dalam membawa perubahan pada birokrasi Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Makanya bukanlah suatu hal yang kejam untuk melakukan rasionalisasi dalam tubuh birokrasi selama ada uang pesangon ataupun tunjangan pegawai yang diberikan dalam jumlah masuk akal dan manusiawi bagi mereka yang dirumahtugaskan. Memang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi ada hal-hal yang ahrus dikorbankan, dan jika merasionalisasi pegawai adalah satu-satunya jalan dan ini merupakan scenario terburuk namun mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi, lalu kenapa kita tidak berkorban untuk sesuatu yang lebih baik lagi dimasa depan. Selama konsep ini dijalankan secara konsekuen dan tidak dihentikan ditengah jalan karena ketidakmampuan penguasa dalam menangani hal ini, karena akan menimbulkan ketidakadilan bagi mereka yang terkena imbas pada awal system rasionalisasi pegawai diterapkan jika system ini berhenti ditengah jalan akibat banyaknya penolakan masyarakat.
Maka dari itu konsep rasionalisasi menjadi suatuopsi yang sekarang mulai dipikirkan oleh pemrerintah dalam rangka janji SBY pada masa kampanyenya bahwa rakyat akan menikmati pelayanan public yang lebih baik lagi. Setelah semua mitos reformasi birokrasi diatas kita patahkan, maka tinggalah rasionalisai sebagai cara yang paling mungkin dapat merubah system birokrasi walaupun kelihatannya merupkan system reformasi birokrasi yang paling tidak mungkin untuk diterapkan. Dikatakn demikian, karean dari awal kita mendengar kata rasionalisasi maka yang akan terbayang adalah betapa kejamnya pemerintah pada rakyatnya, setelah mereka seenaknya membuat kebijakan yang sebagian besar merugikan rakyat, sekarang pemerintah jelas-jelas melakukan hal yang lebih kejam lagi dengan mengambil mata pencarian orang-orang yang dulunya bekerja pada pemerintah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penolakan masyarakat akan keputusan pemerintah ini akan terjadi dimana-mana. Pemerintah akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat karena dianggap seenaknya membuat kebijakan tanpa mempertimbangkan akiabtnya pada masyarakt luas. Hal inilah yang paling ditakuti oleh setiap pemimpin yang berkuasa disuatu Negara, karena dengan kepercayan rakyat mereka dapat menjalankan programnya dengan baik, dengan kepercayaan rakyat mereka akan mendapat dukungan yang memungkinkan mereka untuk terus berada di kursi pimpinan. Karenanya kehilangan kepercayaan rakyat merupakan hal yang harus dihindari apapun caranya, dan melakukan rasionalisasi merupakan salah satu hal paling ampuh untuk menghancurkan kepercayaan rakyat dan menghancurkan dukungan yang diperlukan pemerintah untuk terus berkuasa.
Logikanya adalah belum ada suatu pemerintahan yang berkuasa yang bersedia melakukan reformasi birokrasi secara radikal dengan meniggalkan cara konvensional seperti yang ada pada mitos reformasi birokrasi. Karena seperti investasti dibidang pendidikan dimana hasilnya baru akan dapat dinikmati dua puluh tahu kedepan, begitu juga dengan reformasi birokrasi. Apabila pemerintah sungguhsungguh melakukan breformasi birokrasi dengan niat semata-mata agar pada akhirnya dapat memberikan pelayanan public yang baik bagi masyarakatnya, maka hasil sesungguhnya dan perubahan dalam pelayanan public tersebut baru dapat dirasakan berpuluh tahun mendatang, pemerintah yang berkuasa belum ada yang bersedai mengorbankan jabatannya dengan kemungkinan kehilangan dukungan dari rakyat demi membawa perubahan yang berarti bagi perbaikan birokrasi Indonesia dimasa depan, dimasa pemerintahan presiden XYZ pengganti-pengganti seterusnya dari Presiden SBY saat ini.
Dengan rasonalisasi akan didapat efisiensi dan efketifitas dari para birokrat, dimana mereka yang bertahan adalah mereka yang benar-benar dibutuhkan dan memiliki kompetensi untuk menjadi birokrat dalam rangka memberikan pelayanan public kepada rakyat secara keseluruhan. Mereka juga akan lebih mengerti akan posisi mereka da mengapa mereka tetap menajdi seorang birokrat, mereka juga akan ingat pada tugas utama dari birokrat yaitu pelayanan public, tugas mereka adalah melayani dan membuat masyarakat senyaman mungkin dalam segala urusan birokrasi, masyarakat yang menyadari perubahan dalam system pelayanan public tentu saja akan berasumsi bahwa kondisi seperti ini adalah lebih baik dan memang begini seharusnya para brokrat tersebut bekerja. Dengan system ini maka semua orang akan diingatkan lagi akan posisi dan tugas masing-masing, dan ketika semua orang sudah tahu apa yang harus dan tidak seharusnya dilakukan maka esensi dari system birokrasi yang baik ataupun Good Corporate Governance akan dapat terlaksana.

0 komentar:

Posting Komentar